Keboncinta.com- Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan, sebuah keputusan besar dan menentukan diambil oleh para tokoh bangsa dalam Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Salah satu poin penting yang diputuskan adalah perubahan pada naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya penghapusan tujuh kata dalam rumusan Piagam Jakarta yang berbunyi: “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Perubahan ini bukanlah hal kecil. Tujuh kata tersebut semula dimasukkan dalam rumusan dasar negara oleh Panitia Sembilan, yang dibentuk sebelum kemerdekaan.
Namun pada pagi hari 18 Agustus 1945, Bung Hatta menerima kedatangan seorang opsir Kaigun (Angkatan Laut Jepang) yang menyampaikan kekhawatiran bahwa kalimat tersebut dapat memicu perpecahan di antara kelompok non-Muslim.
Menanggapi hal itu, Bung Hatta segera bertindak. Ia memanggil empat tokoh Islam terkemuka: Ki Bagoes Hadikoesoemo, K.H. Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Mr. Teuku Hasan.
Dalam pertemuan singkat namun bersejarah itu, mereka bermufakat untuk menghapus tujuh kata tersebut demi menjaga persatuan dan keutuhan bangsa Indonesia yang baru lahir.
Baca Juga: Masa Tunggu untuk Mencairkan Saldo BPJS Ketenagakerjaan Saya Setelah Berhenti Kerja
Keputusan tersebut merupakan wujud nyata kebesaran jiwa para tokoh Islam. Mereka sadar bahwa Indonesia bukan hanya milik satu golongan, tetapi milik semua suku, agama, dan kelompok masyarakat.
Demi menjaga semangat kebangsaan dan menghindari potensi konflik horizontal di masa depan, mereka rela menanggalkan rumusan yang secara ideologis dekat dengan keyakinan mereka.
Penghapusan tujuh kata dari Piagam Jakarta akhirnya melahirkan rumusan sila pertama Pancasila seperti yang kita kenal hari ini: “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Rumusan ini lebih universal dan mampu mengakomodasi keberagaman keyakinan di Indonesia.
Baca Juga: 160 Guru Resmi Mengundurkan Diri dari Sekolah Rakyat
Keputusan ini sekaligus menegaskan bahwa pondasi Indonesia sebagai negara merdeka dibangun atas dasar semangat toleransi, kebersamaan, dan keikhlasan untuk berkorban demi kepentingan yang lebih besar.
Komitmen ini terus dijaga oleh bangsa Indonesia melalui konsensus empat pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Sejarah akan selalu mencatat bahwa keberanian untuk mengalah demi persatuan, sebagaimana ditunjukkan oleh para tokoh Islam dalam peristiwa ini, adalah salah satu bentuk kontribusi terbesar dalam mewujudkan Indonesia yang damai dan berdaulat.***
Sumber: Modul wawasan kebangsaan dan nilai bela negara