Khazanah
Rahman Abdullah

Pemikiran Badiuzzaman Said Nursi dalam Rekonstruksi Pemikiran Islam di Masa Sekularisasi Turki Modern

Pemikiran Badiuzzaman Said Nursi dalam Rekonstruksi Pemikiran Islam di Masa Sekularisasi Turki Modern

11 Oktober 2025 | 19:16

Keboncinta.com-- Pada saat gejolak sejarah dan gelombang modernitas mulai menelan ruh keimanan, lahirlah seorang insan yang membawa pelita cahaya bagi umat.

Tokoh tersebut bernama Badiuzzaman Said Nursi, seorang ulama besar Turki yang hidup di antara pergantian zaman kekaisaran dan republik, ketika Islam tengah digugat oleh arus sekularisme yang terjadi di Turki modern.

Said Nursi bukan hanya seorang cendekiawan, tetapi juga seorang pejuang spiritual yang menyalakan obor iman di hati manusia yang mulai gelap oleh kebingungan zaman saat itu.

Baca Juga: Sejarah Eksistensi Bangsa Mongol sebagai Bangsa Penakluk Dunia yang paling Ditakuti

Said Nursi dilahirkan pada tahun 1877 di Nurs, sebuah desa kecil di Anatolia Timur. Dari kecil, kecerdasannya sudah tampak luar biasa. Ia menguasai berbagai ilmu agama dan rasional sejak usia muda, hingga dijuluki Badiuzzaman yang berarti “Keajaiban Zaman”.
 
Namun, yang membuatnya istimewa bukan hanya keluasan ilmu, melainkan kepekaan ruhani yang menjadikan setiap ilmunya berakar pada kesadaran Ilahi.
 
Dalam perjalanan hidupnya, Said Nursi menyaksikan masa-masa kelam runtuhnya Kesultanan Utsmani dan lahirnya Turki modern yang mengagungkan akal dan menyingkirkan agama dari ruang publik.
 
 
Ia menolak untuk terjebak dalam perdebatan politik yang kering, dan memilih medan perjuangan yang lebih sunyi yaitu medan pemikiran dan pembinaan iman. Di sinilah lahir karya monumentalnya, Risale-i Nur, sebuah ensiklopedia iman dan tafsir filosofis atas Al-Qur’an yang menembus batas ruang dan waktu.
 
Melalui Risale-i Nur, Said Nursi menegaskan bahwa iman bukan hanya dogma, melainkan cahaya yang menerangi seluruh dimensi kehidupan. Ia menulis dengan bahasa yang lembut namun tajam, membangunkan kesadaran manusia dari tidur panjang materialisme.
 
Dalam pandangannya, ilmu pengetahuan dan iman tidak akan saling bertentangan. Keduanya adalah dua sayap yang membawa manusia terbang menuju hakikat kebenaran. Alam, baginya, adalah kitab Tuhan yang terbuka, sementara Al-Qur’an adalah kitab alam yang tertulis.
 
 
Walaupun kehidupannya diwarnai pengasingan, penjara, dan tekanan politik, Said Nursi tidak pernah memadamkan api perjuangannya. Ia memilih sabar dan tetap menulis, bahkan di balik jeruji besi.
 
Pena dan kertas menjadi senjatanya, sementara kalimat-kalimatnya menjadi peluru pencerahan yang menembus kegelepan zaman. Dalam keheningan penderitaan itu, ia menulis dengan ketenangan seorang sufi dan ketegasan seorang mujahid.
 
Akhirnya sang perindu keabadian pergi ke haribaan Tuhan-nya. Said Nursi wafat pada 1960 di Urfa, meninggalkan warisan pemikiran yang terus hidup hingga kini. Murid-muridnya melanjutkan risalahnya, menebarkan cahaya ilmu dan keimanan ke seluruh penjuru dunia.
 
 
Sososk Said Nursi telah menjadi simbol keteguhan spiritual di tengah gelombang modernitas, membuktikan bahwa keimanan yang murni tidak akan pernah padam, selama ada jiwa-jiwa yang masih mencari cahaya keimanan.***
 
Tags:
Internasional Khazanah Islam turki

Komentar Pengguna