Sejarah
Rahman Abdullah

Sejarah Runtuhnya Benteng Konstantinopel, Penanda Berakhirnya Masa Kekauasaan Bizantium di Eropa

Sejarah Runtuhnya Benteng Konstantinopel, Penanda Berakhirnya Masa Kekauasaan Bizantium di Eropa

04 Oktober 2025 | 09:55

Keboncinta-- Cuplikan sejarah menegani berdiri dan hancurnya suatu bangsa dapat menjadi bahasan yang menarik bagi para sejarawan, seperti halnya sejarah kehancuran Konstantinopel, ibu kota Kekaisaran Bizantium ditangan Kesultanan Ottoman.

Runtuhnya Konstantinopel pada 29 Mei 1453 M menandai berakhirnya Kekaisaran Bizantium, sebuah kekuatan besar yang telah berdiri selama lebih dari seribu tahun sebagai kelanjutan dari Kekaisaran Romawi Timur.

Peristiwa ini tidak hanya mengguncang dunia Kristen Eropa, tetapi juga membuka babak baru dalam sejarah dunia, khususnya di kawasan Timur Tengah dan Eropa Timur.

Baca Juga: Gandeng Unsur Kiai dan Ulama, Kemenag Bahas Stadardisasi Bangunan Pesantren

Konstantinopel, kini dikenal sebagai Istanbul, terletak di jalur strategis antara Eropa dan Asia. Kota ini menjadi pusat perdagangan, budaya, dan agama selama berabad-abad.

Dikelilingi oleh tembok kokoh dan dilindungi oleh posisi geografis yang sulit ditembus, Konstantinopel dijuluki sebagai "Benteng Dunia Kristen" di Timur.

Tembok Theodosius yang mengelilingi kota adalah salah satu sistem pertahanan paling tangguh di dunia kuno, membuat banyak penyerang sebelumnya gagal menaklukkannya. Namun, kekuatan fisik kota ini perlahan terkikis oleh kemunduran politik dan ekonomi Kekaisaran Bizantium.

Pada abad ke-15 M, Kesultanan Utsmaniyah (Ottoman) muncul sebagai kekuatan besar di wilayah Anatolia dan Balkan. Di bawah kepemimpinan Sultan Mehmed II atau lebih dikenal dengan Sultan Muhammad al-Fatih, seorang pemimpin muda yang ambisius dan cerdas.

Baca Juga: Sebelas Purnawirawan TNI Dianugerahi Pangkat Istimewa oleh Presiden RI, Berikut ini Daftar Nama Penerimanya!

Utsmaniyah memusatkan perhatian mereka pada Konstantinopel, sebuah kota yang menjadi simbol dan hambatan bagi ekspansi wilayah mereka.

Mehmed II mempersiapkan pengepungan dengan matang. Ia memerintahkan pembangunan meriam raksasa, termasuk meriam Basilica, yang mampu menghancurkan tembok kota yang legendaris itu. Ia juga membangun benteng baru di sisi Eropa Bosphorus untuk memotong bantuan dari luar.

Pengepungan dimulai pada 6 April 1453 M. Pasukan Utsmaniyah yang berjumlah lebih dari 80.000 orang menghadapi sekitar 7.000 pembela kota, termasuk tentara Bizantium dan sejumlah kecil tentara bayaran dari Eropa. Perlawanan sengit terjadi selama hampir dua bulan.

Baca Juga: Hadiri Presidential Inspection di KRI RJW-992, Prabowo Anugerahkan Tanda Kehormatan untuk Perwira Tinggi dan Kesatuan TNI

Pasukan Utsmaniyah menggunakan meriam untuk meruntuhkan tembok, sementara angkatan laut mereka mencoba mengepung kota dari laut. Dalam taktik yang luar biasa, Mehmed II bahkan memindahkan kapal-kapalnya melalui daratan untuk menghindari rantai besar yang menghalangi masuk ke Tanduk Emas, pelabuhan utama Konstantinopel.

Akhirnya, pada dini hari 29 Mei 1453 M, Utsmaniyah melancarkan serangan besar. Setelah pertempuran sengit, pasukan Turki berhasil menjebol pertahanan dan memasuki kota. Kaisar Bizantium terakhir, Constantine XI Palaiologos, tewas dalam pertempuran tersebut.

Kematian Kaisar Constantine XI ini menandai berakhirnya Kekaisaran Bizantium. Runtuhnya Konstantinopel merupakan pukulan telak bagi dunia Kristen dan menjadi simbol berakhirnya Abad Pertengahan serta awal dari Era Modern.

Baca Juga: MQK Internasional 2025 Resmi Dibuka, Menag Soroti Perubahan Iklim dan Perang bagi Peradaban

Bagi Kesultanan Utsmaniyah, ini adalah awal dari masa keemasan. Mehmed II mendapat gelar "Penakluk" (Fatih) dan menjadikan Konstantinopel sebagai ibu kota baru kesultanan dan diubah namanya menjadi "Istanbul".

Kemudian, dampak lain dari peristiwa ini adalah perpindahan para cendekiawan Yunani ke Eropa Barat, membawa serta manuskrip-manuskrip klasik yang menjadi pemicu Renaisans di Italia dan Eropa.

Runtuhnya Konstantinopel bukan sekadar peristiwa militer, tetapi juga titik balik sejarah dunia. Ia menandai berakhirnya satu era dan munculnya kekuatan baru yang akan mempengaruhi politik, agama, dan peradaban dunia selama beratus-ratus tahun.***

Tags:
pendidikan Sejarah

Komentar Pengguna