Islam tidak melarang umatnya untuk berutang, tetapi syariat sangat menekankan pentingnya melunasi utang tepat waktu. Utang yang tidak dilunasi bisa menjadi beban dunia sekaligus akhirat.
Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 282:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berutang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu mencatatnya..."
Ayat ini menegaskan betapa seriusnya masalah utang piutang, hingga Allah memerintahkan agar ditulis dan disepakati agar tidak menimbulkan perselisihan.
Dalam Islam, memberi pinjaman kepada orang yang kesulitan merupakan amal kebajikan. Nabi Muhammad SAW bersabda:
مَنْ أَقْرَضَ مَرَّتَيْنِ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الصَّدَقَةِ مَرَّةً (رواه ابن ماجه)
Artinya: "Barang siapa memberi pinjaman kepada seorang Muslim dua kali, maka baginya seperti sedekah sekali." (HR Ibnu Majah).
Namun, bagi yang berutang wajib melunasi sesuai kesepakatan. Jika tidak mampu, hendaknya meminta penundaan dengan baik, bukan justru menghindar.
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِيَ مِنْ حَسَنَاتِهِ يَوْمَ لَا دِينَارَ وَلَا دِرْهَمَ (رواه ابن ماجه)
Artinya: "Barang siapa meninggal sementara ia mempunyai tanggungan utang satu dinar atau satu dirham, maka akan diganti dari pahala kebaikannya pada hari yang dinar dan dirham tidak berguna lagi." (HR Ibnu Majah).
Menurut Imam Nawawi, hadits ini menunjukkan bahwa utang adalah hak manusia yang tidak akan gugur hanya dengan kematian, tetapi akan dituntut hingga hari kiamat.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ (رواه أحمد)
Artinya: "Jiwa (ruh) orang mukmin itu tergantung oleh utangnya sampai utangnya dilunasi." (HR Ahmad).
Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari menafsirkan bahwa ruh seorang mukmin yang memiliki utang akan tertahan untuk mendapat ketenangan, hingga urusannya diselesaikan.
Dari Tsauban RA, Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ مَاتَ وَهُوَ بَرِيءٌ مِنْ ثَلَاثٍ: الْكِبْرِ، وَالْغُلُولِ، وَالدَّيْنِ، دَخَلَ الْجَنَّةَ (رواه ابن ماجه)
Artinya: "Barang siapa meninggal dalam keadaan terbebas dari tiga hal: sombong, ghulul (khianat), dan utang, maka dia akan masuk surga." (HR Ibnu Majah).
Bahkan bagi seorang syuhada, Rasulullah menegaskan:
يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ (رواه مسلم)
Artinya: "Seorang yang mati syahid akan diampuni semua dosanya kecuali utang." (HR Muslim).
Imam Qurtubi menjelaskan bahwa hal ini menjadi peringatan keras, karena utang berkaitan dengan hak manusia yang harus diselesaikan.
Islam mengatur adab yang mulia dalam urusan menagih utang agar tidak menimbulkan permusuhan:
Tidak menagih sebelum waktu jatuh tempo.
Tidak menetapkan bunga (riba).
Memberi kelonggaran jika orang yang berutang sedang kesulitan. Allah SWT berfirman:
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (البقرة: 280)
Artinya: "Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia berkelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS Al-Baqarah: 280).
Menagih dengan cara baik, tanpa emosi atau kekerasan.
Menagih sesuai waktu yang telah disepakati.
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ لَهُ أَظَلَّهُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ (رواه مسلم)
Artinya: "Barang siapa memberi tenggang waktu kepada orang yang kesulitan atau membebaskannya dari utang, maka Allah akan menaunginya pada hari kiamat di bawah naungan-Nya." (HR Muslim).
Para ulama menegaskan bahwa melunasi utang bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga akhlak mulia yang menunjukkan kejujuran dan tanggung jawab seorang Muslim.
Dengan melunasi utang tepat waktu, seseorang menjaga kehormatan dirinya, terhindar dari azab, serta mendapat pahala dari Allah SWT.