Keboncinta.com-- Dalam dunia yang semakin menonjolkan pencapaian dan pengakuan, sifat rendah hati sering dianggap kelemahan. Padahal, kerendahan hati adalah tanda kemuliaan jiwa. Ia bukan sikap menyepelekan diri, melainkan cara seseorang menempatkan dirinya dengan bijak di hadapan manusia dan Tuhannya.
Rendah Hati, Cermin Kematangan Iman
Rendah hati (tawadhu’) lahir dari kesadaran bahwa semua yang dimiliki — ilmu, harta, jabatan, bahkan kemampuan — hanyalah titipan dari Allah. Orang yang rendah hati tidak merasa lebih tinggi dari orang lain, sebab ia tahu bahwa segala kelebihan berasal dari Tuhan, bukan dari dirinya sendiri.
Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia karena sombong, dan jangan berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
(QS. Luqman [31]: 18)
Ayat ini mengingatkan bahwa kesombongan adalah hijab antara manusia dan rahmat Allah. Sebaliknya, kerendahan hati membuka pintu kasih sayang dan keberkahan.
Rendah Hati Bukan Rendah Diri
Rendah hati berbeda dengan rendah diri. Rendah diri muncul dari rasa tidak percaya pada kemampuan sendiri, sementara rendah hati tumbuh dari kesadaran bahwa setiap orang punya kelebihan dan peran masing-masing. Orang yang rendah hati tetap percaya diri, tetapi tidak sombong; ia menghargai dirinya tanpa harus menjatuhkan orang lain.
Rasulullah ﷺ adalah teladan terbaik. Meski menjadi pemimpin umat, beliau duduk bersama sahabatnya, mendengarkan mereka, bahkan menjahit pakaiannya sendiri. Inilah bukti bahwa kemuliaan sejati terletak pada akhlak, bukan kedudukan.
Buah dari Kerendahan Hati
Kerendahan hati menumbuhkan ketenangan. Ia menjauhkan dari iri, membuka pintu ilmu, dan membuat seseorang lebih dicintai oleh manusia dan Allah. Sebab, orang yang tawadhu’ selalu siap belajar, mudah memaafkan, dan tidak mudah tersinggung.
Kerendahan hati bukan membuat kita kecil di mata manusia, tetapi besar di sisi Allah.
Rendah hati tidak berarti menundukkan kepala karena lemah, tetapi karena bijak. Ia bukan merendahkan diri, melainkan meninggikan akhlak.
Sebab kemuliaan sejati tidak diukur dari tinggi jabatan, tetapi dari dalamnya kerendahan hati.
Contributor: Tegar Bagus Pribadi