keboncinta.com --- Di era media sosial, khususnya di platform seperti TikTok, banyak beredar video yang menampilkan gaya pasangan suami-istri dalam memperlakukan satu sama lain. Caption yang dipasang pun sering kali bernada pamer, misalnya “Inilah caraku diratukan oleh suami” atau sejenisnya.
Meski tampak menghibur, konten semacam ini sering membuat sebagian pasangan terjebak dalam sikap membanding-bandingkan kehidupan rumah tangganya dengan orang lain. Hal ini justru bisa memicu ketidakpuasan dan membuat pasangan merasa tidak dihargai.
Padahal dalam Islam, rumah tangga dibangun di atas ikatan mitsaqan ghalizha (perjanjian yang kuat). Pernikahan bukan sekadar kontrak sosial, melainkan ikrar suci yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab. Karena itu, kehidupan rumah tangga seharusnya dijalani dengan rasa syukur, bukan dengan membandingkan satu sama lain.
Berikut adalah 6 tips islami agar pasangan tetap harmonis dan jauh dari sikap membandingkan, lengkap dengan dalil Al-Qur’an, Hadis, serta penafsiran ulama:
Setiap pasangan memiliki kekurangan. Islam mengajarkan agar suami-istri saling menutupi kekurangan pasangannya dan lebih banyak menghargai kebaikan yang ada.
Allah SWT berfirman:
وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۚ
“Pergaulilah mereka dengan cara yang patut.” (QS An-Nisa: 19).
Imam At-Thabari menjelaskan makna ayat ini sebagai perintah untuk memperlakukan pasangan dengan penuh kebaikan, bukan dengan celaan:
وعاشروهن بالمعروف، وخالقوا، أيها الرجال، نساءكم وصاحبوهن "بالمعروف"، يعني بما أمرتكم به من المصاحبة
“Pergaulilah istri-istri kalian dengan cara yang baik, yakni sebagaimana yang telah Aku (Allah) perintahkan kepada kalian.” (Jami’ul Bayan, VIII/121).
Dengan demikian, fokus pada kebaikan akan menumbuhkan kasih sayang, sementara membesar-besarkan kekurangan hanya akan merusak keharmonisan.
Hal-hal kecil seperti ucapan terima kasih atau pujian dapat membuat pasangan merasa dihargai. Apresiasi sederhana bisa menjadi sumber kebahagiaan dalam rumah tangga.
Rasulullah SAW bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya.” (HR. Tirmidzi).
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa hadis ini menegaskan akhlak mulia seseorang paling tampak dari caranya memperlakukan keluarga, bukan dari interaksi sosial di luar rumah.
Membandingkan pasangan dengan orang lain adalah bentuk ketidaksyukuran. Islam justru mengajarkan syukur sebagai kunci keberkahan dalam rumah tangga.
Allah SWT berfirman:
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu. Tetapi jika kamu kufur, sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim: 7).
Al-Imam As-Sa’di menafsirkan ayat ini dengan penekanan bahwa syukur akan melahirkan ketenangan hati, sedangkan kufur nikmat (termasuk membandingkan pasangan) akan menghilangkan keberkahan.
Setiap rumah tangga pasti menghadapi perbedaan. Islam mengajarkan kesabaran, terutama dalam menyikapi sikap pasangan yang mungkin membuat jengkel.
Imam Al-Ghazali berkata:
واعلم أنه ليس حسن الخلق معها كف الأذى عنها, بل احتمال الأذى منها, والحلم عند طيشها وغضبها, اقتداء برسول الله صلى الله عليه وسلم
“Ketahuilah, akhlak yang baik terhadap pasangan bukan sekadar menahan diri untuk tidak menyakitinya, tetapi juga bersabar atas gangguan darinya, berlapang dada saat ia marah, sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW.” (Ihya’ Ulumiddin, III/175).
Kesabaran adalah kunci utama untuk menjaga keharmonisan rumah tangga.
Doa adalah bukti cinta yang paling tulus. Dengan doa, pasangan saling memohon kepada Allah agar rumah tangga diberkahi dan dijaga dari keburukan.
Allah SWT mengabadikan doa hamba yang shalih dalam Al-Qur’an:
وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan dan keturunan kami sebagai penyejuk mata, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Furqan: 74).
Al-Imam Al-Baghawi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa doa ini mencakup permohonan agar pasangan dan anak-anak menjadi sumber kebahagiaan yang menentramkan hati, bukan sumber ujian yang melelahkan.
Pernikahan akan harmonis jika masing-masing pihak menunaikan hak dan kewajiban dengan ikhlas. Mengabaikan tanggung jawab adalah dosa besar.
Al-Ghazali menegaskan:
وفي هذا أيضاً خطر لأنه راع ومسئول عن رعيته وقال صلى الله عليه وسلم كفى بالمرء إثماً أن يضيع من يعول ...
“Dalam hal ini terdapat bahaya, sebab setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Rasulullah SAW bersabda: ‘Cukuplah seseorang dianggap berdosa jika ia menelantarkan keluarganya.’” (Ihya’, III/141).
Ketaatan dalam melaksanakan kewajiban adalah bukti nyata cinta kepada pasangan sekaligus ibadah kepada Allah.
Menjadi pasangan harmonis bukan tentang kesempurnaan, melainkan tentang bersyukur, bersabar, dan saling menghargai.