Keboncinta.com-- Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia menjadi salah satu anggota penting dalam MABIMS. Sehingga pendapat dan usulannya menjadi hal yang patut untuk didengarkan. Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kementerian Agama (Kemenag), Arsad Hidayat, memaparkan urgensi dan relevansi penggunaan teknologi image processing dalam proses rukyatulhilal kepada peserta Muzakarah Falak Peringkat MABIMS Tahun 2025.
Pertemuan yang menghadirkan lembaga keislaman Asia Tenggra ini berlangsung di Kuala Lumpur Malaysia, Kamis (24/7/2025).
Arsad berpendapat, image processing atau pengolahan citra merupakan salah satu bentuk kemajuan teknologi astrofotografi yang bermanfaat dalam meningkatkan kualitas visual hilal.
Teknologi tersebut dapat membantu memperjelas citra hilal, baik dengan meningkatkan kontras maupun melalui teknik penumpukan gambar (stacking), hingga hasilnya lebih mudah dipelajari.
“Teknologi ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan rukyat secara langsung, melainkan memperkuatnya secara visual dan objektif,” terang Arsad.
Arsad memaparkan empat metode utama dalam image processing untuk rukyat, yakni: penyesuaian kontras satu citra, pengolahan kontras beberapa citra secara konsisten, serta penumpukan gambar baik dengan maupun tanpa kalibrasi.
Dilihat dari sisi syariat, menurut Arsad, penggunaan alat bantu dalam rukyat bukanlah hal yang baru dalam Islam.
Sebagai contoh, ulama klasik seperti al-Syarwani dan Bakhit al-Muthi’i telah memaklumkan pemanfaatan alat bantu seperti kaca pembesar atau teropong, selama objek yang dilihat adalah hilal secara langsung, bukan pantulan atau hasil perkiraan.
Selaras dengan hal itu, para ulama di zaman sekarang seperti Ma’ruf Amin dan Huzaemah T. Yanggo turut mendukung penggunaan teknologi dalam pelaksanaan ibadah, selama tidak bertentangan dengan prinsip syariat.
“Syariat hadir untuk memudahkan, bukan menyulitkan. Maka selama teknologi membantu kejelasan, itu patut diadopsi,” terang Arsad.
Kemenag menilai, teknologi image processing penting untuk mendukung objektivitas kesaksian rukyatulhilal. Dalam sistem tradisional, kesaksian cenderung bersifat subjektif karena hanya mengandalkan pengakuan saksi yang disumpah.
Apabila didukung dengan visual berupa gambar, hasil rukyat dapat diuji dan diverifikasi secara terbuka.
Selanjutnya, ia mengutip kaidah fikih al-surah ka al-syahid (gambar setara dengan saksi), serta prinsip bahwa sesuatu yang dapat ditetapkan melalui pengamatan langsung juga dapat ditetapkan melalui bukti kuat lainnya.
Walaupun demikian, Arsad tetap menjaga prinsip kehati-hatian. Hasil image processing tetap harus disertai dengan kesaksian yang sah dan tunduk pada keputusan sidang isbat.
Dalam menutup pemaparannya, Arsad berharap adanya pemanfaatan teknologi seperti image processing dapat menjadi alternatif dan jalan tengah dalam proses penentuan awal bulan kamariah dan mempermudah umat dalam beribadah.***