keboncinta.com --- Isu tentang hukum ojek membonceng perempuan yang bukan mahram sering menjadi perbincangan hangat di kalangan umat Islam. Apalagi, fenomena ini semakin marak seiring berkembangnya layanan transportasi berbasis aplikasi (ojek online). Pertanyaannya, apakah membonceng lawan jenis yang bukan mahram diperbolehkan dalam Islam?
Untuk menjawab hal ini, kita perlu merujuk kepada dalil Al-Qur'an, hadis, dan pendapat para ulama. Mari kita kupas secara detail.
Perlu dipahami bahwa praktik membonceng lawan jenis bukanlah fenomena baru. Bahkan di masa Rasulullah SAW pun pernah terjadi peristiwa serupa. Dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukhari, disebutkan bahwa Rasulullah pernah mengajak Asma binti Abu Bakar untuk naik bersamanya:
حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ هِشَامٍ أَخْبَرَنِى أَبِى عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِى بَكْرٍ قَالَتْ فَجِئْتُ يَوْمًا وَالنَّوَى عَلَى رَأْسِى فَلَقِيتُ رَسُولَ اللَّهِ وَمَعَهُ نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِهِ فَدَعَانِى ثُمَّ قَالَ « ِخْ إِخْ». لِيَحْمِلَنِى خَلْفَهُ قَالَتْ فَاسْتَحْيَيْتُ
Artinya:
"Telah menceritakan kepadaku Abu Usamah dari Hisyam, dari ayahku, dari Asma binti Abu Bakar, ia berkata: Suatu hari aku membawa biji kurma di atas kepalaku. Aku bertemu Rasulullah bersama beberapa sahabatnya. Lalu beliau memanggilku sambil berkata: ‘Ikh! Ikh!’ (untuk menghentikan untanya) agar aku naik di belakangnya. Namun aku merasa malu.” (HR. Bukhari).
Hadis ini menjadi dasar pembahasan para ulama tentang kebolehan boncengan lawan jenis dalam kondisi tertentu.
Imam Nawawi dalam Syarah An-Nawawi ‘ala Muslim menjelaskan:
وَفِيْهِ جَوَازُ اِرْدَافِ الْمَرْأَةِ الَّتِى لَيْسَتْ مَحْرَمًا اِذَا وُجِدَتْ فِى طَرِيْقٍ قَدْ أُعِيَتْ لاَ سِيَّمًا مَعَ جَمَاعَةِ رِجَالٍ صَالِحِيْنَ وَلاَ شَكَّ فِى جَوَازِ مِثْلِ هَذَا
Artinya:
"Dalam hadis ini terdapat kebolehan membonceng wanita yang bukan mahram jika ditemukan dalam keadaan lelah di jalan, terlebih lagi bila bersama laki-laki saleh, maka hal seperti ini tidak diragukan kebolehannya."
Dari keterangan ini, hukum ojek membonceng perempuan yang bukan mahram diperbolehkan selama:
✅ Aman dari fitnah
✅ Tidak ada niat buruk
✅ Menjaga batasan syariat
Khalwah adalah berduaan antara laki-laki dan perempuan di tempat sepi tanpa mahram. Rasulullah melarangnya dalam hadis:
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ
Artinya:
"Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan perempuan, karena yang ketiganya adalah setan." (HR. Ahmad).
Namun, kondisi ojek yang berjalan di jalan umum dan ramai tidak termasuk khalwah. Ulama menjelaskan, jika berada di tempat yang biasa dilalui orang, maka tidak disebut khalwah (Bughyatul Mustarsyidin, hlm. 416).
Ikhtilath yang dilarang adalah bersentuhan fisik langsung antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Syekh Abu Bakar Syata menegaskan hal ini dalam I’anatut Thalibin:
"Ikhtilath yang diharamkan adalah bersentuhan badan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram."
Pada praktik ojek, selama pengemudi dan penumpang menghindari sentuhan kulit dan menjaga adab, maka hal ini tidak termasuk ikhtilath yang dilarang.
Berdasarkan dalil dan pendapat ulama, ojek membonceng perempuan yang bukan mahram diperbolehkan dengan syarat:
✔ Perjalanan dilakukan di jalan umum yang ramai
✔ Tidak ada sentuhan kulit
✔ Tidak ada niat buruk atau tujuan maksiat
✔ Menjaga adab dan etika sesuai syariat
Jika syarat ini tidak terpenuhi, misalnya ada niat buruk atau sampai terjadi khalwah, maka hukumnya menjadi haram.
Allah berfirman:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ
Artinya:
"Katakanlah kepada orang-orang beriman agar mereka menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan mereka." (QS. An-Nur: 30).
Ayat ini mengajarkan kita untuk selalu menjaga diri dari fitnah dan maksiat, termasuk saat menggunakan jasa transportasi seperti ojek.
✅ Kesimpulannya, boncengan antara laki-laki dan perempuan dalam konteks ojek boleh dengan syarat tertentu dan haram jika berpotensi fitnah.