keboncinta.com --- Di era media sosial, banyak masalah rumah tangga tidak lagi diselesaikan secara privat, tetapi justru diumbar dalam bentuk sindiran melalui status WhatsApp, story Instagram, atau caption bernada getir. Misalnya, “Ada pasangan tapi serasa sendiri,” atau “Jangan pura-pura sibuk padahal lupa.”
Meskipun dianggap sekadar curhat, tindakan ini sejatinya melukai pasangan, merusak kehormatan rumah tangga, dan bertentangan dengan adab Islam. Dalam pandangan syariat, rumah tangga bukan hanya urusan fisik dan finansial, tetapi juga kehormatan, harga diri, dan komunikasi yang baik.
Islam menekankan agar suami-istri menyelesaikan persoalan dengan musyawarah dan kasih sayang, bukan dengan sindiran yang diumbar ke publik.
Allah SWT berfirman dalam surah Al-Hujurat ayat 11:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, boleh jadi mereka lebih baik dari mereka. Jangan pula perempuan mengolok perempuan lain, boleh jadi yang diolok lebih baik dari mereka. Jangan saling mencela dan saling memanggil dengan julukan buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah fasik setelah beriman. Barang siapa tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
Imam Al-Qurthubi menegaskan, ayat ini menunjukkan keharaman meremehkan dan mengejek orang lain, apalagi jika ditujukan kepada pasangan hidup yang seharusnya dijaga kehormatannya (Tafsir al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, XVI/331).
Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ مِنْ شَرِّ النَّاسِ عِندَ اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ، ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
Artinya: “Termasuk orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah seorang suami yang telah berhubungan dengan istrinya, lalu menyebarkan rahasianya.” (HR. Muslim).
Imam An-Nawawi menjelaskan:
فَإِنَّ نَشْرَ سِرِّهَا حَرَامٌ وَهُوَ مِنْ أَخْبَثِ الْخِيَانَةِ
“Menyebarkan rahasia istri adalah haram, dan termasuk bentuk khianat paling buruk.” (Syarah Shahih Muslim, X/8).
Jika rahasia hubungan saja dilarang untuk diumbar, maka sindiran di media sosial yang mempermalukan pasangan lebih utama untuk dihindari.
Imam Al-Ghazali memberi nasihat tegas:
فَمَنْ آذَى زَوْجَتَهُ بِاللَّفْظِ أَوْ بِالْإِشَارَةِ فَقَدْ ظَلَمَهَا وَآثِمٌ فِي حَقِّهَا
“Barang siapa menyakiti istrinya dengan ucapan atau sindiran, maka ia telah berbuat zalim dan berdosa atas hak istrinya.” (Ihya’ Ulumiddin, II/50).
Sindiran, meski tidak langsung, bisa menorehkan luka batin yang lebih dalam dibandingkan kata terang-terangan, terlebih jika dipublikasikan.
Imam Abdul Wahab As-Sya’rani menulis:
وَمَا رَأَيْنَا أَصْلَحَ لِلزَّوْجَيْنِ إِلَّا السَّتْرُ عَلَى بَعْضِهِمَا بَعْضًا، فَمَنْ فَضَحَ زَوْجَهُ فَهُوَ أَجْهَلُ النَّاسِ بِالدِّينِ
“Kami tidak melihat sesuatu yang lebih memperbaiki rumah tangga selain suami-istri saling menutup aib. Siapa yang membuka aib pasangannya, dialah orang yang paling bodoh terhadap agama.” (Tanbihul Mughtarrin, hlm. 75).
Menutup aib pasangan bukan hanya bentuk kasih sayang, tetapi juga cerminan kedewasaan beragama.
Imam Ibnu Hajar al-Haitami menjelaskan dalam Az-Zawajir:
وَمِنَ الْغِيبَةِ أَنْ تَقُولَ: بَلَغَنِي عَنْ فُلَانٍ كَذَا ... فَتَكُونُ غِيبَةً مَغْلُوظَةً
“Termasuk ghibah adalah berkata: ‘Saya dengar si fulan begini dan begitu,’ maka itu adalah ghibah berat.” (Az-Zawajir, II/206).
Sindiran di story atau status yang jelas dimaksudkan kepada pasangan termasuk ghibah yang berbahaya karena mencoreng kehormatan keluarga.
Islam memberikan jalan keluar yang mulia: jika ada masalah rumah tangga, bicarakan dengan baik, libatkan musyawarah, atau bila perlu hadirkan pihak ketiga yang bijak. Allah SWT berfirman:
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِّنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِّنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَآ إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا
“Jika kamu khawatir terjadi perselisihan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika keduanya menghendaki perbaikan, niscaya Allah akan memberi taufik kepada mereka.” (QS An-Nisa: 35).
Ayat ini menegaskan bahwa jalan damai, musyawarah, dan melibatkan keluarga adalah solusi terbaik, bukan menyindir di ruang publik.
Menyindir pasangan di media sosial bukan sekadar pelanggaran etika, tetapi juga dosa yang melukai kehormatan rumah tangga. Al-Qur’an melarang ejekan, hadis mengecam penyebar aib, dan para ulama menegaskan bahayanya sindiran.
Rumah tangga sakinah tidak dibangun dari story penuh sindiran, melainkan dari komunikasi jujur, saling menutup aib, dan upaya bersama mencari solusi.
Wallahu a’lam.