Keboncinta.com-- Ketika dunia Barat baru belajar menulis sejarahnya, dunia Islam sudah menulis ilmu pengetahuannya. Di tengah kejayaan intelektual Baghdad abad ke-9, lahirlah sosok yang kelak disebut “Bapak Aljabar”: Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi. Tapi mengurungnya hanya dalam kata “aljabar” adalah bentuk penyederhanaan yang menyinggung kecerdasan sejarah.
Al-Khawarizmi bukan sekadar ahli hitung. Ia adalah arsitek logika modern. Dari tangannya lahir gagasan tentang sistem angka desimal, konsep nol, dan cara berpikir algoritmik — akar dari komputer yang kita gunakan hari ini. Kata “algorithm” sendiri berasal dari namanya: al-Khawarizmi. Artinya, peradaban digital modern berdiri di atas fondasi pemikiran seorang ilmuwan Muslim dari abad lampau.
Dari Angka ke Filsafat Ilmu
Yang istimewa dari Al-Khawarizmi bukan hanya rumus, tapi cara berpikirnya. Ia menulis ilmu bukan untuk menghafal, tetapi untuk memecahkan persoalan hidup — dari pembagian warisan hingga pengukuran tanah. Baginya, matematika bukan sekadar hitungan, tapi seni menata ketertiban dunia.
Inilah bedanya antara pengetahuan dan kebijaksanaan. Di tangan Al-Khawarizmi, ilmu adalah ibadah intelektual. Ia membuktikan bahwa berpikir rasional tidak bertentangan dengan iman; justru ia bentuk tertinggi dari rasa syukur kepada Tuhan.
Warisan yang Terlupakan
Ironisnya, dunia Muslim modern sering memuja masa lalunya tanpa melanjutkannya. Kita bangga menyebut nama Al-Khawarizmi, tapi jarang meneladani metode berpikirnya: kritis, empiris, dan terbuka terhadap pembaruan.
Sementara Barat mengadopsi dan mengembangkan gagasannya, banyak negeri Muslim justru terjebak pada nostalgia intelektual — memuja sejarah tanpa menulis bab baru.
Penutup: Kembali ke Akal Budi
Al-Khawarizmi mengajarkan bahwa kemajuan peradaban bukan lahir dari dogma, tapi dari keberanian menggunakan akal. Ia menulis ilmu bukan untuk dirinya, tetapi untuk umat manusia.
Maka, mengenang Al-Khawarizmi seharusnya bukan sekadar mengenang masa lalu, tapi menghidupkan kembali semangat berpikir — bahwa iman dan ilmu bukan dua jalan yang berseberangan, melainkan satu kompas menuju kemajuan.
Contributor: Tegar Bagus Pribadi