Khazanah
Vini Dwi Jayati

Ibn Arabi dan Cinta Ilahi: Saat Filsafat Menyatu dengan Puisi

Ibn Arabi dan Cinta Ilahi: Saat Filsafat Menyatu dengan Puisi

03 November 2025 | 13:12

Keboncinta.com--   Dalam sejarah pemikiran Islam, jarang ada tokoh yang memadukan logika filsafat dengan kelembutan puisi seindah Muhyiddin Ibn Arabi (1165–1240 M). Ia bukan hanya sufi, tapi juga filsuf eksistensial yang berbicara dengan bahasa cinta. Bagi Ibn Arabi, berpikir adalah ibadah, dan mencintai adalah jalan menuju pengetahuan tertinggi.

Cinta sebagai Hakikat Wujud

Ibn Arabi percaya bahwa seluruh alam semesta tercipta karena cinta. Dalam karyanya Futuhat al-Makkiyah dan Fusus al-Hikam, ia menulis bahwa Tuhan menciptakan dunia agar bisa dikenal—dan pengenalan itu hanya mungkin lewat cinta.

“Aku adalah harta tersembunyi, Aku ingin dikenal. Maka Aku ciptakan makhluk agar mereka mengenal-Ku.”

Bagi Ibn Arabi, ini bukan sekadar metafora, tetapi realitas kosmis. Cinta adalah energi Ilahi yang menghubungkan semua wujud. Maka, mengenal Tuhan bukan berarti menjauh dari dunia, tetapi melihat Tuhan di dalam dunia.

Puisi sebagai Bahasa Ketuhanan

Berbeda dari filsuf rasional seperti Al-Farabi atau Ibnu Sina, Ibn Arabi menulis dengan bahasa simbol dan puisi. Ia meyakini bahwa cinta tak bisa dijelaskan sepenuhnya oleh akal—ia harus dialami, dinyanyikan, dan dirasakan. Dalam Tarjuman al-Ashwaq, ia menulis syair yang penuh kerinduan:

“Hatiku siap untuk segala bentuk: biara bagi rahib, Ka’bah bagi peziarah, dan kitab bagi Taurat serta Qur’an. Aku mengikuti agama cinta.”

Bait ini menunjukkan kelapangan spiritualnya—cinta sebagai jembatan universal yang melampaui sekat agama dan budaya, tanpa menghapus akar tauhidnya.

Filsafat yang Menyatu dengan Spiritualitas

Pemikiran Ibn Arabi sering disalahpahami sebagai panteisme, padahal ia berbicara tentang wahdat al-wujud—kesatuan eksistensi dalam keberagaman bentuk. Ia melihat Tuhan hadir dalam setiap napas kehidupan, tetapi tetap transenden. Filsafat baginya bukan sekadar logika, melainkan jalan pulang menuju asal: Tuhan itu sendiri.

Dari Akal ke Rasa

Ibn Arabi mengajarkan bahwa pengetahuan sejati tidak berhenti di kepala, tapi harus turun ke hati.
Dalam dunia yang serba rasional dan terpecah, ia mengingatkan kita bahwa akal tanpa cinta adalah kering, dan cinta tanpa pengetahuan adalah buta. Filsafat dan puisi, dalam dirinya, menjadi dua sayap yang terbang menuju Tuhan yang satu.

Contributor: Tegar Bagus Pribadi

Tags:
Khazanah Islam Puisi Khazanah Filsuf Filsafat

Komentar Pengguna