Khazanah
Vini Dwi Jayati

Warisan Optika Ibn al-Haytham: Cikal Bakal Kamera dan Ilmu Cahaya Modern

Warisan Optika Ibn al-Haytham: Cikal Bakal Kamera dan Ilmu Cahaya Modern

03 November 2025 | 12:34

Keboncinta.com--   Sebelum Newton menulis tentang prisma dan Galileo menatap bintang, dunia Islam telah melahirkan seorang ilmuwan yang menembus batas penglihatan: Ibn al-Haytham (965–1040 M), atau dikenal di Barat sebagai Alhazen. Ia bukan sekadar ahli optika; ia adalah filsuf cahaya, manusia yang memadukan logika matematika dengan kepekaan spiritual.

Dari Mata ke Cahaya

Sebelum Ibn al-Haytham, banyak ilmuwan berpendapat bahwa mata memancarkan sinar untuk “melihat” benda. Ia membantah dengan eksperimen cermat—bahwa justru cahaya masuk ke mata, bukan keluar darinya. Melalui riset ini, ia menulis karya monumentalnya, Kitab al-Manazir (Book of Optics), yang menjelaskan hukum pantulan dan pembiasan cahaya dengan metode eksperimental yang sangat modern untuk zamannya.

Ibn al-Haytham membangun ruang gelap dengan satu lubang kecil untuk mempelajari bagaimana cahaya membentuk bayangan terbalik—konsep yang kelak dikenal sebagai camera obscura, cikal bakal kamera modern. Ia bukan hanya melihat cahaya secara fisik, tetapi memahami hakikat pengetahuan sebagai pencerahan akal.

Ilmuwan yang Mendahului Zaman

Dalam dunia ilmiah modern, Ibn al-Haytham diakui sebagai salah satu pelopor metode ilmiah. Ia menekankan pengamatan, hipotesis, dan verifikasi—prinsip yang baru diadopsi Eropa berabad-abad kemudian. Roger Bacon, Kepler, dan bahkan Newton banyak terinspirasi oleh karyanya. Namun di dunia Muslim sendiri, warisan ilmiahnya sering tenggelam di bawah debu romantisme sejarah.

Padahal, Ibn al-Haytham membuktikan bahwa sains dan iman bukan dua dunia yang bertentangan. Ia menulis, “Tujuan pencarian ilmu adalah mendekatkan diri kepada kebenaran, dan kebenaran itu milik Tuhan.” Kalimat itu menyatukan sains dan spiritualitas dalam satu tarikan napas.

Dari Cahaya ke Kesadaran

Warisan Ibn al-Haytham bukan sekadar rumus optika, tetapi cara berpikir ilmiah: bahwa pengetahuan harus diuji, bukan hanya diyakini. Ia mengajarkan bahwa melihat bukan berarti memahami, dan cahaya sejati bukan hanya yang menembus retina, tetapi yang menerangi akal.

Dari ruang gelap eksperimennya, lahirlah terang bagi peradaban dunia.

Contributor: Tegar Bagus Pribadi

Tags:
Khazanah Islam Sejarah Islam Khazanah Sains

Komentar Pengguna