Sejarah
Rahman Abdullah

Tragedi Louis XVI: Raja Prancis yang Tersingkir oleh Revolusi dan Sejarah

Tragedi Louis XVI: Raja Prancis yang Tersingkir oleh Revolusi dan Sejarah

04 November 2025 | 13:07

Keboncinta.com-- Sejarah Eropa banyak menyimpan kisah menarik hingga tragis. Seperti halnya penggalan sejarah yang terjadi di Prancis terhadap rajanya, yaitu Raja Louis XVI.

Louis XVI adalah simbol dari runtuhnya monarki absolut di Prancis. Ia naik takhta pada tahun 1774, menggantikan kakeknya, Louis XV, di usia muda. Di bawah tampilan megah istana Versailles, kekuasaan Louis XVI justru berdiri di atas pondasi rapuh yang segera runtuh oleh gelombang perubahan sosial dan ekonomi yang tak terbendung.

Louis XVI dikenal sebagai raja yang berhati lembut, jujur, dan religius. Namun, di balik kebaikannya, ia sering kali tampak ragu dalam mengambil keputusan. Situasi ini diperparah oleh krisis keuangan yang melanda Prancis akibat perang mahal, terutama Perang Tujuh Tahun dan dukungan untuk Revolusi Amerika.

Baca Juga: Cahaya Islam di Layar Lebar: 71 Karya Bersaing di Kompetisi Film Islami 2025

Di sisi lain, gaya hidup boros bangsawan dan istana membuat rakyat semakin tertekan oleh pajak tinggi dan kelaparan. Ketidakadilan sosial dan ekonomi ini menjadi bahan bakar bagi Revolusi Prancis yang akan mengubah wajah dunia.

Pernikahan Louis XVI dengan Marie Antoinette dari Austria awalnya bertujuan memperkuat hubungan diplomatik. Namun, sang ratu menjadi sasaran kebencian rakyat karena dianggap hidup mewah dan tidak peduli pada penderitaan rakyat.

Ungkapan legendaris “Biarlah mereka makan kue!” (meski tidak pernah benar-benar ia ucapkan) menjadi simbol ketimpangan sosial antara istana dan rakyat jelata.

Pada tahun 1789, rakyat bangkit. Bastille—simbol kekuasaan monarki—dikuasai massa. Revolusi tak dapat dibendung. Louis XVI yang semula mencoba berdialog justru kehilangan kendali atas situasi. Upaya melarikan diri dari Paris pada tahun 1791 gagal total dan memperburuk citranya sebagai pengkhianat bangsa.

Baca Juga: Sejarah Kekuatan Armada Laut Utsmaniyah: Kisah Kejayaan Laksamana Janggut Merah Hayreddin Barbarossa

Pada tahun 1792, monarki resmi dihapuskan dan Prancis menjadi republik. Louis XVI diadili atas tuduhan pengkhianatan terhadap negara.

Pada 21 Januari 1793, di Place de la Révolution (kini Place de la Concorde), Louis XVI dijatuhi hukuman mati dengan guillotine. Dengan tenang ia menerima nasibnya, mengucapkan pengampunan kepada rakyat dan menyerahkan hidupnya kepada Tuhan.

Eksekusinya menjadi momen simbolis: berakhirnya era monarki absolut dan lahirnya semangat baru kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan — semboyan yang akan menjadi dasar modernitas Prancis.

Louis XVI bukanlah tiran kejam, melainkan raja yang terjebak di antara tradisi lama dan tuntutan zaman baru. Kelemahannya dalam memimpin dan lambatnya memahami perubahan sosial menjadi pelajaran penting bahwa kekuasaan tanpa kepekaan terhadap rakyat tak akan bertahan lama.

Baca Juga: Dari Tarekat Sufi menjadi Prajurit Penakluk: Sejarah Pasukan Qizilbash dalam Mendirikan Dinasti Safawi di Persia

Sekarang, kisah Louis XVI hidup dalam buku sejarah sebagai pengingat bahwa sebuah kerajaan dapat runtuh bukan hanya karena pemberontakan, tetapi karena kehilangan kepercayaan rakyat.***

Tags:
Sejarah Internasional

Komentar Pengguna