Keboncinta.com-- Dalam dunia pendidikan, kata disiplin sering kali diasosiasikan dengan aturan yang ketat, larangan, dan hukuman. Banyak siswa berperilaku tertib bukan karena mereka memahami maknanya, melainkan karena takut dimarahi, diberi poin pelanggaran, atau dihukum. Padahal, hakikat disiplin yang sejati bukanlah karena takut hukuman, tetapi karena cinta — cinta terhadap diri sendiri, terhadap orang lain, dan terhadap tanggung jawab yang diemban.
Disiplin yang lahir dari ketakutan bersifat sementara
Ketika siswa hanya berdisiplin karena takut, maka kepatuhan itu akan hilang begitu pengawasan tidak ada. Mereka akan taat di depan guru, tapi lalai ketika tidak ada yang melihat. Disiplin semacam ini tidak membentuk karakter, melainkan hanya kebiasaan sesaat yang rapuh.
Sebaliknya, disiplin yang tumbuh dari kesadaran dan cinta memiliki kekuatan yang jauh lebih dalam. Siswa yang belajar karena cinta ilmu, datang tepat waktu karena menghargai waktu, dan menaati aturan karena peduli terhadap lingkungan sekolah — merekalah yang menunjukkan disiplin sejati.
Disiplin adalah bentuk tanggung jawab diri
Cinta melahirkan tanggung jawab. Saat siswa mencintai dirinya, ia akan menjaga perilaku dan kebiasaannya agar tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain. Ia belajar karena ingin berkembang, bukan karena takut nilai jelek. Ia tertib bukan karena takut diawasi, melainkan karena ingin menjadi pribadi yang dapat dipercaya.
Guru dan orang tua memiliki peran penting dalam menumbuhkan kesadaran ini. Disiplin tidak bisa dipaksakan, tetapi bisa ditumbuhkan melalui keteladanan, kasih sayang, dan komunikasi yang hangat. Anak-anak belajar lebih baik dari contoh nyata dibandingkan dari perintah atau ancaman.
Membangun budaya disiplin dengan hati
Sekolah yang menanamkan disiplin dengan pendekatan kasih akan menciptakan suasana belajar yang positif. Guru yang menegur dengan empati, bukan dengan amarah, membantu siswa memahami alasan di balik setiap aturan. Perlahan, siswa belajar bahwa disiplin bukanlah beban, melainkan jalan menuju kemandirian dan keberhasilan.
Disiplin yang dibangun atas dasar cinta akan bertahan lama. Ia membentuk karakter, bukan sekadar kepatuhan. Siswa yang tumbuh dengan nilai ini akan menjadi pribadi yang jujur, tangguh, dan berintegritas — bukan karena takut dihukum, tetapi karena ingin menjadi versi terbaik dari dirinya.
Contributor: Tegar Bagus Pribadi