Info ASN
M. Fadhli Dzil Ikram

Kritik Seleksi CPNS dan PPPK 2025: DPR Minta Prioritaskan Tenaga Honorer yang Lama Mengabdi

Kritik Seleksi CPNS dan PPPK 2025: DPR Minta Prioritaskan Tenaga Honorer yang Lama Mengabdi

08 September 2025 | 22:00

keboncinta.com --- Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, kritik mekanisme seleksi CPNS dan PPPK 2025. Ia meminta pemerintah memprioritaskan tenaga honorer yang telah lama mengabdi agar lebih adil.


Sorotan DPR terhadap UU ASN dan Mekanisme PPPK

Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, memberikan catatan penting terkait pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya mengenai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Menurutnya, aturan teknis melalui Peraturan Pemerintah (PP) turunan UU ASN seharusnya sudah memberikan gambaran jelas tentang mekanisme penugasan, promosi, hingga jabatan bagi PPPK.

Ia menilai, perdebatan soal istilah ASN—yang mencakup PNS dan PPPK—tidak perlu diperpanjang karena justru berpotensi menimbulkan kebingungan sekaligus memengaruhi psikologis para tenaga kerja.


Masalah Promosi Jabatan bagi PPPK

Rifqinizamy menekankan bahwa persoalan mendasar ada pada mekanisme promosi jabatan PPPK, terutama bagi guru dan dosen.

“Profesi tenaga pengajar jelas berbeda dengan pekerjaan fisik. Jika kontrak dalam PP tidak diatur secara detail, hal ini bisa menghambat motivasi dan jenjang karier akademik,” ujarnya (8 September 2025).

Ia mencontohkan kasus di mana seorang dosen yang sebelumnya sudah menjabat sebagai lektor atau lektor kepala, setelah berstatus PPPK justru turun pangkat menjadi asisten ahli. Kondisi ini menimbulkan rasa tidak adil bagi ribuan dosen di perguruan tinggi negeri maupun swasta yang telah berjuang lama untuk meraih jabatan akademik.


Kritik terhadap Proses Seleksi CPNS dan PPPK

Tak hanya soal promosi, Rifqinizamy juga menyoroti mekanisme seleksi yang dijalankan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Dalam pengamatannya, banyak peserta seleksi berusia lanjut—termasuk tenaga honorer seperti tukang kebersihan berusia 50–55 tahun—yang kesulitan menggunakan perangkat ujian berbasis komputer. Ironisnya, formasi yang mereka lamar justru tidak tersedia.

Ia menilai proses ini sebagai kebijakan yang tidak berbasis data empiris (evidence based policy).

“Kebijakan seperti ini bukan hanya mubazir, tapi juga zalim. Bagaimana mungkin tenaga honorer yang mengabdi puluhan tahun dikalahkan oleh peserta baru dua tahun bekerja? Ini fakta di lapangan,” tegasnya.


Ajakan DPR untuk Kebijakan Rekrutmen yang Lebih Adil

Melalui forum resmi DPR, Rifqinizamy menyerukan agar kebijakan rekrutmen ASN ke depan, khususnya untuk PPPK, benar-benar berbasis kebutuhan nyata di lapangan.

Menurutnya, seleksi berbasis masa pengabdian akan lebih adil bagi tenaga honorer yang sudah lama bekerja. Selain itu, DPR menekankan pentingnya pengawasan legislatif tidak hanya pada tataran formal, tetapi juga langsung di lapangan.

“Demo dan kritik publik jangan dianggap beban, melainkan vitamin agar kita bekerja lebih giat,” pungkasnya.


Kesimpulan

Kritik DPR terhadap seleksi CPNS dan PPPK 2025 menjadi pengingat penting agar kebijakan rekrutmen ASN lebih adil dan berpihak pada tenaga honorer yang sudah lama mengabdi. Dengan peraturan yang lebih jelas, mekanisme promosi yang adil, serta seleksi berbasis kebutuhan nyata, pemerintah diharapkan dapat menjawab keresahan publik sekaligus meningkatkan motivasi aparatur negara.

Tags:
berita nasional

Komentar Pengguna