Keboncinta.com-Pesantren di Indonesia kembali menunjukkan ketangguhannya sebagai lembaga pendidikan berbasis masyarakat yang sukses berkembang tanpa bergantung pada dukungan penuh negara.
Dalam sebuah forum yang digelar BAZNAS bertajuk BAZNAS Development Forum III di Jakarta, Senin (27/10), Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Amien Suyitno, menegaskan bahwa pesantren adalah contoh nyata kemandirian dalam dunia pendidikan nasional.
Amien menyampaikan bahwa dari lebih dari 42 ribu pesantren yang berdiri di Indonesia, seluruhnya berstatus swasta. Fakta ini, menurutnya, menjadi bukti bahwa pesantren mampu tumbuh dan bertahan berkat kekuatan umat, bukan karena fasilitas negara.
Ia menambahkan bahwa kemandirian pesantren lahir dari nilai perjuangan, spirit pengabdian, serta dukungan masyarakat yang ikhlas.
“Fasilitas mungkin terbatas, tapi semangatnya luar biasa. Inilah yang membuat pesantren bertahan puluhan bahkan ratusan tahun,” Ujarnya.
Pesantren banyak berdiri di kawasan pelosok dengan fasilitas sederhana. Meski demikian, semangat belajar santri tetap kokoh. Amien menilai keteguhan ini sebagai faktor utama mengapa pesantren mampu bertahan bahkan hingga ratusan tahun.
Ia juga menekankan bahwa terbatasnya sarana tidak mengurangi dedikasi terhadap pendidikan, kedisiplinan, dan pembentukan karakter.
Lebih lanjut, Amien menyebut pesantren sebagai pusat penanaman adab, akhlak, dan nilai moral bangsa. Dibandingkan dengan sekolah negeri yang memiliki akses anggaran besar, pesantren dinilai lebih kuat dalam menjaga etika santri.
Karena itu, ia menyebut pesantren sebagai benteng terakhir karakter di tengah tantangan moral pada dunia pendidikan modern.
Walaupun Kementerian Agama tidak mendirikan pesantren negeri, dukungan pemerintah tetap hadir melalui berbagai program. Bantuan tersebut meliputi Bantuan Operasional Pesantren (BOP), Program Kemandirian Pesantren yang mendorong usaha produktif, inkubasi wirausaha, hingga penguatan Badan Usaha Milik Pesantren (Bumpes). Upaya tersebut diarahkan agar pesantren tidak hanya unggul secara spiritual, tetapi juga mandiri dari sisi ekonomi.
Amien juga menilai bahwa sinergi pesantren dengan lembaga zakat seperti BAZNAS serta Badan Gizi Nasional merupakan langkah strategis. Program Makan Bergizi Gratis dinilai berpotensi memperkuat kesejahteraan santri sekaligus menggerakkan ekonomi UMKM di sekitar pesantren.
Menutup pemaparannya, Amien mengingatkan bahwa pesantren adalah lembaga yang lahir dari masyarakat dan menjadi pusat lahirnya tokoh, mulai dari ulama, pemimpin umat, hingga penggerak sosial.
“Selama pesantren masih ada, bangsa ini tidak akan kehilangan arah moral. Pesantren adalah tiang abadi umat — berdiri di atas nilai, bukan fasilitas,” ujarnya.
Keberadaan pesantren menjadi bukti bahwa pendidikan berkualitas tidak harus bergantung dana negara. Justru dari kesederhanaan dan ketulusan, pesantren hadir untuk mencerdaskan sekaligus memanusiakan manusia.***