KH Cholil Nafis, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, menjelaskan bahwa mencintai dan membela tanah air merupakan kewajiban agama yang fundamental.
Hal ini beliau sampaikan dalam kuliah umum dalam rangka Dies Natalis ke-64 Universitas Negeri Makassar (UNM) pada hari Rabu, 23 Juli 2025.
Dalam ceramah berjudul "Fatwa Ulama tentang Isu-isu Pokok Kebangsaan" (Fatawa Masail Asasiyah Wathaniyah), Kiai Cholil menjelaskan bahwa hakikat Islam adalah membangun peradaban dan mewujudkan keadilan di dunia.
Oleh karena itu, rasa cinta yang mendalam terhadap bangsa dan upaya untuk mengembangkannya merupakan wujud nyata dari tanggung jawab kemanusiaan.
"Apa dasar di balik pentingnya rasa cinta tanah air?" "Sangat penting bagi kita untuk mengelola bumi dan memenuhi peran kita sebagai pengelola yang ditunjuk oleh Allah SWT," ujar Kiai Cholil.
Ia menegaskan bahwa, pada intinya, agama seharusnya berfungsi sebagai sarana untuk memupuk persatuan dalam masyarakat, alih-alih menjadi pemicu perpecahan dan perselisihan. Sayangnya, agama seringkali disalahartikan atau dieksploitasi untuk tujuan politik.
"Dengan demikian, agama menjadi pemicu perpecahan dan pembenaran untuk perampasan kekuasaan." "Akibatnya, peran agama menyimpang dari tujuan awalnya," ujar pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah tersebut.
Kiai Cholil menegaskan bahwa Islam tidak secara ketat mendikte struktur pemerintahan, baik itu monarki, imamah, maupun sistem demokrasi.
Islam menggarisbawahi esensi keadilan, jaminan kebebasan beragama, dan fondasi stabilitas sosial. Dalam konteks khusus ini, Indonesia tampil berbeda.
Kiai Cholil berpendapat bahwa model pemerintahan Indonesia paling baik diwakili oleh konstitusi yang selaras dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Shahifah Madinah, yang juga dikenal sebagai Piagam Madinah.
Penelitian mengenai konstitusi negara-negara Muslim, yang dicontohkan oleh karya Profesor Ahmad Sukardja dan Profesor Thahir Azhari, memperkuat pernyataan bahwa Pancasila dan UUD 1945 sangat mirip dengan prinsip-prinsip konstitusional yang ditetapkan di Madinah pada masa Nabi Muhammad.
Kiai Cholil menekankan pentingnya keterlibatan warga negara dalam ranah politik sebagai aspek integral dari kewajiban keagamaan mereka. Ia mencatat bahwa banyak fatwa ulama yang menyatakan bahwa partisipasi dalam pemilihan umum, pemilihan legislatif, dan pemilihan kepala daerah dianggap wajib.
"Memang, merupakan kewajiban semua warga negara untuk mematuhi pemerintahan yang sah melalui kerangka politik, terlepas dari apakah pemimpin terpilih merupakan kandidat pilihan mereka dalam pemilu," tegas Kiai Cholil.